Pembaca

30 Juli 2015

Bergembira Naik Colt T120


Hari Senin, 27 Juli 2015 kemarin, saya diminta anak-anak dan beberapa orang keponakan agar diantar ke Rombiya, sebuah desa yang berjarak 4 kilometer dari tempat saya tinggal. Tujuannya adalah mandi di sebuah taman/sumber. Mereka menyebut mataair itu sebagai Taman Rombiya Indah (TRI) dengan maksud agar mirip dengan TSI (Taman Sumekar Indah) yang memang merupakan pemandian untuk umum dan berbayar.

Begitu saya menyanggupi, mereka sontak berteriak ‘hore…’ nyaris bersamaan. Itulah tanda sorak bergembira. Sebetulnya, saya ogah dan males karena badan kurang sehat, lagi pula, saat itu, saya sedang menerima tamu. Situasi menjadi tidak kondusif karena salah satu di antara mereka malah merengenek-merengek minta segera berangkat justru di hadapan tamu itu. Saya jadi pekewuh dan serbasalah. Karena kebetulan urusan dengan si tamu memang sudah beres, maka si tamu paham dan mengerti, segera undur diri. Kami pun bersiap berangkat.

Kiranya, membuat anak-anak gembira itu murah sekali biayanya. Seraya mengingat pesan bahwa merupakan pahala yang besar apabila kita dapat membahagiakan anak-anak, saya teringat kisah Aqro’ bin Habis yang dirasa kurang kasih-sayang kepada anak-anaknya (mohon izin saya sebut sebuah hadis: dalam kitab Riyadus Shalihin, bab “Ta’dhîm Hurumāt al-Muslimîn wa Bayān Huqūqihim wa as-Syafaqah ‘Alaihim wa Rahmatihim”, hadis ke-4, dikisahkan bahwa Nabi saw mengecup Syd. Hasan bin Ali RA. Ketika itu, ada Aqro’ bin Habis di dekatnya. Aqro’ berkata, “Saya punya 10 anak dan tak seorang pun dari mereka yang pernah saya cium.” Kemudian, Nabi menatap Aqro’ lalu bersabda: “Barangsiapa yang tidak menyayangi, ia akan tidak disayangi.”; H.R. Abu Hurairah, Muttafaq Alaih). Sambil mengingat-ingat hadis inilah saya pun sembari berniat pergi mengantarkan anak-anak pergi mandi, sore ini, dengan maksud hati memnggembirakan mereka dengan cara saya sendiri.




Sumber Rombiya merupakan sumber desa yang kecil, tapi cukup mengairi sawah-sawah dihilirnya meskipun dengan debit air secukupnya. Di Madura, pengairan umumnya memang berasal dari sumber atau mataair karena tidak banyak sungai di sana, bahkan menurut Dr. Hendro Sangkoyo, sungai di Madura itu hanya berupa rembesan dari batu-baru karst yang membujur dari barat ke timur di sisi utara dan selatan pulau Madura, sementara di tengah pulau, tidak ada mataair. Karena itu, Madura bagian tengah cenderung tandus dan lebih kering. Saat ini, ancaman serius kekurangan air di Madura tengah terjadi karena pembongkaran batu karst terjadi secara besar-besaran untuk kepentingan pembangunan.

Saat menunggu anak-anak mandi, saya duduk di wakaf, mushalla kecil yang biasanya dibangun di dekat sungai atau mataair. Dari percakapan beberapa orang warga yang kebetulan ada di sana, saya menyimak bahwa kepala desa setempat tidak memberi izin pengeboran sumur oleh seorang warga sebab dikahwatirkan akan mengurangi debit air sumber. Kita tahu, sumur bor cenderung hanya dimanfaatklan oleh pribadi sedangkan sendang atau mata air digunakan oleh banyak orang. Sampai saat ini, masyarakat Madura, terutama di daerah saya (Sumenep), masih terbiasa mandi dan mencuci di sumber. Ada pula yang mandi di rumah tapi mencuci tetap di sumber. 

Dengan lokasi berbelok yang sempit, saya sempat cemas karena terlanjur masuk ke areal sumber dan tidak bisa berbelok/maju-munjur. Saya membayangkan, nanti, saya harus berjalan mundur untuk mencapai jalan raya, padahal jalannya menanjak dan berbatu-batu. Karena cara ini saya anggap tidak efektif dan berbahaya, saya pun nekat memutar mobil di bawah saja. Untung, radius berbelok (turning radius [?]) Colt bisa sangat ‘nekuk’ (mungkin mencapai hingga 45 derajat), maka dalam keadaan sempit pun, saya berhasil mengubah haluan Colt. Akan tetapi, itu saya lakukan dengan sangat hati-hati dengan cara membuka pintu-kiri-depan sambil sesekali menengok ke belakang karena antara tanah dan sawah berbatas gelagah yang tidak dapat dipantau oleh kaca spion. Sekali kepeleset, mobil akan terguling ke bawah.

Menjelang maghrib, kami puang. Setelah mandi, masing-masing anak saya belikan camilan. Mereka makin senang karena sudah mandi, makan camilan, dan kini pulang. Anda punya pengalaman bergembira seperti ini? Mari berbagi pengalaman. 

24 Juli 2015

Lebaran 1436 H


Lebaran Idul Fitri 1436 Hijriyah jatuh pada hari Jumat tanggal 17 Juli 2015. Semalam sebelumnya, entah setelah beberapa bulan lamanya, Colt dicuci dan dibersihkan agar juga merasakan kebahagian lebaran. Masa cuma si empunya saja yang bersih-bersih?


Hingga lebaran ke-7, Colt terus saya pakai, nyaris tiap hari. Saya sangat senang pada lebaran kali ini karena ada uang untuk membeli bensin dan ada waktu untuk bersilaturrahmi.





Takziyah ke Wongsorejo

KAMIS, 2 NOVEMBER 2023  subuhan di Tanjung, Paiton  Rencana dan pelaksanaan perjalanan ke Wongsorejo, Banyuwangi, terbilang mendadak. Saya...