Ketika kami mencapai desa Kambingan (Saronggi), saya tiba-tiba ingat teman, Abdus Sofi namanya. Sebulan sebelumnya, paman saya memberi tahu agar saya menghubungi si Sofi ini untuk suatu keperluan. Saya tanggap, ke mana arah pembicaraan itu akan mengalir. Yang saya tahu adalah bahwa dia masih hidup membujang di antara teman-temannya yang kini sudah bernak-pinak. Tapi, kala itu, yang muncul adalah perasaan tidak enak. Seolah-olah, ada yang tidak beres dengan kendaraan ini.
Saya memberhentikan mobil, menepi, dan mulai cek. Ternyata benar, rem macet. Saya sentuh velg: panas!
“Rem bermasalah. Kita tidak bisa melanjutkan perjalananan,” kata saya kepada anak-anak sanggar. Mereka Cuma melongo karena tidak paham pada pembicaraan saya, atau tidak tahu harus berbuat apa.
“Tenang,” hibur saya kepada mereka sambil mengambil ponsel dan mulai menelepon.
“Sofi?”
“Ya.”
“Kamu di rtumah?”
“Iya.”
“Saya butuh bantuan kamu. Mana ada bengkel di sini?”
“Posisi kamu di mana?”
“Saya ada di dekat rumah kamu, dekat mesin pompa PDAM. Rem colt saya macet.”
“Wah, kebetulan ini saya di rumah dan sedang ada Yanto. Dia bisa perbaiki rem itu. Tunggu, ya!”
Tak lama, hanya beberapa menit, balabantuan muncul. Sofi datang bersama seorang lelaki. Dia itulah yang mungkin bernama Yanto. Akhirnya, saya dibonceng Sofi menuju rumahnya, diikuti Yanto yang mengemudikan colt bersama anak-anak.
Seraya menunggu si Yanto melucuti perangkat roda belakang untuk mengamnalisa kemacetan pada sistem rem, saya pun ngobrol dengan Sofi seputar jodoh dan segala macam. Hanya beberapa saat, Yanto memeberikan kesimpulan diagnoasanya.
“Karet master rem rusak. Beli ini!” kata dia sambil menyodorkan sebentuk cincin dari karet tebal dan kaku.
“Aneh, kok selalu roda kiri belakang, ya, yang bermasalah?” Saya menggumam.
“Rem tangan mobil ini masih berfungsi?” Yanto malah balik bertanya.
“Iya.”
“Anda mungkin sering menggunakan handrem dalam waktu yang lama, saat mobil diparkir berhari-hari di dalam garasi misalnya.”
“Betul…”
“Ya, itu penyebabnya. Tumpuan handrem ada pada roda kiri belakang. “Sekiranya diparkir di garasi dalam waktu yang lama, tidak perlu pakai handrem karena hal itu akan memberikan tekanan juga dalam waktu yang lama. Akibatnya, karet master rem roda kiri belakang akan rusak lebih cepat daripada yang lain.”
“Ooo…,” kata saya melongo, memahami penjelasannnya.
Dari sana, saya dan anak sanggar ikut Sofi yang kebetulan memang hendak pergi ke kota Sumenep. Kami naik Panther. Pada akhirnya kami bisa mengikuti acara diksusi kebudayaan bersama Afrizal Malna dengan lancar. Sepulang dari Sumenep, eh, tiba-tiba En Hidayat mengantar saya sampai ke tempat Sofi kembali dengan Kijang-nya.
Selamat siang Pak M.Faizi saya mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 Hijriyah " Minal Aidin Wal Faizin "
BalasHapusmohon maaf lahir dan batin, kami sebenernya kepingin juga silaturrahni ke Sumenep akan tetapi sampai di Malang ternyata sudah cukup kelelahan dan ada gangguan di mobil saya ( kebetulan saya bawa colt'79 saya ) radiator bocor di sirip2 yang arah vertikal dan jarak 15 menit sudah habis semua air didalam-nya dan semua bengkel tutup,ternyata ada solusi yang mujarap yaitu di lem pakai lem besi ( 2 macam putih dan hitam diaduk jadi satu kemudian saya tunggu sampai kering +/- 3 jam baru saya pasang kembali ) kami sekeluatga akhirnya memutuskan untuk balik ke Tangerang dan sampai dengan selamat sabtu tgl.25 agustus 2012, mudah2an cerita diatas bisa bermanfaat bila mengalami hal yang sama.
trimakasih...............salam bambang
( saya kebetulan sering ikuti pengalaman Titos bapak )
Terima kasih atas kometnar bagi pengalamannya, Mas Bambang. Saya senang sekali. Oh, ya, luar biasa jika Anda telah menempuh perjalanan yang hampir 2000 kilometer untuk bolak-balik Tangerang - Malang dengan Colt T 120 tahun 1979 itu. Informasi tentang penanganan darurat radiator dengan lem besi ini tentu juga sangat bermanfaat, meskipun saya sendiri baru tahu jika ada seje nis lem besi yang dua warna (putih dan hitam)
BalasHapusM. Faizi aka Titos du Polo
Selesai membaca ini saya menuju ke bagian "Cat Velg"
BalasHapusbaiklah. silakan kunjungi yang itu, sudah saya siapkan kopi plus pylox-nya
BalasHapusT 120 Alfurqan sawa jarin...
BalasHapusBeh, Maman kok bisa berkomentar di sini? hahahahah
BalasHapusSetelah saya baca artikel2 yang anda tulis , pikiran saya jadi melayang jauh ke masa kanak2 dulu dimana saya dan keluarga selalu naik Colt T 120 TAHUN 1978 , milik Bapa saya (Alm), sungguh Colt 120 merupakan Mobil Sejarah dan Budaya keluarga Indonesia.
BalasHapusDan saya salut kepada Anda yang masih melestarikannya sampai saat ini.
Terimakasih
BalasHapus@Slamet Budi Raharjo: terima kasih sudah sempat membaca artikel ini. Kendaraan ini masih terus saya rawat. Beberapa perjlanan saya yang berkesan, ya, saat naik mobil ini. Ceritanya juga ada di dalam blog ini. Salam.
bisa komen sudah
BalasHapus@En Hidayat: harus menunggu enam tahun, haha
BalasHapus