Pembaca

15 Desember 2014

Memilih Ban Tubeless


Ketika saya minta tolong untuk mengganti 2 ban belakang Colt, bengkel mengeluh duluan. “Ini sulit,” katanya sambil membolak-balik ban yang baru saya beli itu, tanpa saya pahami maksudnya. Saya yakinkan, bahwa sejak saya punya Colt, ban memang sudah pakai nir-bandalam alias tubeless dengan ukuran yang sama: 165/80/R13. Apanya yang sulit?

Benar ternyata, saat akan dipasang, permukaan ban tetap kincup, mengekeret, tidak mau megar. Akibatnya, permukaan ban tidak bisa menempel pada bagian velg sehingga tidak mungkin diisi angin. Karena hari sudah menjelang Maghrib, saya pn pamit pulang dan minta tolong dia untuk memasang ban asal kembali.

Kata bengkel: ukuran lebar ‘165’ memang terlalu ramping untuk ‘tubeless’ meskipun memang bisa digunakan. Apa penyebab ban yang akan saya pasang tersebut kincup alias tidak terbuka? Menurutnya, ban tersebut kemungkinan ada di tumpukan paling bawah dari sekian banyak ban yang dijual di toko tempat saya membeli. Bengkel meminta saya agar menitipkan ban di rumahya. Katanya, dia akan mengisi bandalam pada ban itu dan akan dibiarkan penuh selama 1-2 hari. “Biasanya, setelah itu, ban tidak kincup lagi. Kalau saya sedang tidak ada ban dalam, biasanya saya akan pakai kayu atau alat apapun yang bisa memegarkannya.”

Catatan; jika Anda mau membeli ban tubeless dengan ukuran yang saya sebut, perhatikan permukaannya agar tidak perlu menunggu lama untuk memasangnya. Akan tetapi, menurut Pak Muntasir, caranya mudah: cukup ikat ban dengan tambang (tali), dikencangkan, nanti permukaan ban akan nempel velg dengan sendirinya. Ini berlaku bagi permukaan ban yang kincup.

10 Desember 2014

Mengatur Spuyer dari Luar (Hemat BBM)


Masalah berat yang selalu dikeluhkan oleh pemilik Colt adalah konsumsi BBM, apalagi seperti sekarang dengan harga premiun mencapai Rp8500 per liter. Konsumsi BBM Colt yang umumnya dipatok standar 1:10 km pun terasa berat. Oleh karena itu, harus dicarikan banyak siasat agar konsumsi BBM Colt lebih hemat.

Memang, menurut penuturan salah seorang pemilik Colt yang pernah membeli Colt dari baru (1972) dan masih digunakan sampai sekarang (2014), Colt itu memang tergolong boros, bahkan andaipun diganti karburator yang baru sekali pun; atau dengan mencangkok karburator milik Kijang Super, misalnya. Hematnya sih tak seberapa signifikan, bahkan nyaris tidak kentara. H. Fathor, orang yang saya maksud itu, menyatakan bahwa salah satu cara menghemat BBM adalah dengan cara “hemat dari kaki”, yakni dengan cara mengemudi: tidak menginjak gas terlalu dalam dan permainan kecepatannya berkisar 50-60 km./jam saja.

Cara hemat atau irit BBM yang lain dan pernah saya bahas di blog ini adalah dengan cara memperbaiki pengapian, yaitu dengan mengganti platina dengan CDI atau trigger CDI. Saya sudah menggunakannya selama beberapa tahun namun hingga kini tidak pernah mengukur efektivitasnya secara secara pasti, maksudnya dengan mengukur secara presisi.

Nah, beberapa waktu lalu, seorang bengkel lainnya, H. Hisyam namanya, mengajukan ide untuk menghemat BBM dengan cara “menakar konsumsi BBM secara pasti ke dalam/lewat spuyer”. Cara ini disebut dengan “pengaturan spuyer dari luar”. Terdengar aneh, bukan? Bagaimana mungkin kita dapat nyetel (mengatur) spuyer dari luar sementara spuyer itu ada di dalam? (Tenteng spuyer dan kombinasinya, saya juga pernah membahasnya di blog ini)

wadah oli bekas untuk tempat bensin
Baiklah, begini yang saya maksud.

pemandangan tutup tap oli yang dipasangi jarum pengatur spuyer
Pertama: tutup tap karburator (baut tempat membuang sisa bensin dalam karburator) itu dibor bagian tengahnya. Setelah itu, masukkan baut lebih kecil berulir dengan ukuran (kira-kira) 7’. Ujung dari baut kecil ini dipasangi jarum baja, buatlah model lancip (seperti jarum). Masukkan baut tap dengan pelan-pelan sekitaranya ujung jarum baja yang lancip tersebut masuk dan menutup lubang spuyer. Biarkan baut dalam keadaan agak longgar.


pengatur spuyer tampak dari dekat

Kedua: setelah itu, nyalakan mesin dan mulailah mengencangkan baut drat (baut kecil ukuran 7’ itu) sambil memainkan gas. Apabila gas mulai tersendat ketika diinjak secarta langsung, hentikan. Itu tandanya ukuran  sudah pas, pertanda bahwa pasokan bensin yang lewat spuyer samping itu sudah pas meskipun saya pasang spuyer yang paling besar, yakni ukuran 160-an. (perhatikan gambar-gambar)

Untuk mengujicobanya, saya menggunakan wahana bekas oli 1 literan sebagai tempat bensin. Dari situ, terhubung selang ke filter. Mengapa ke filter dan tidak langsung ke karburator? Memasukkan selang dari wadah oli bekas langsung ke karburator sangat mungkin akan menyebabkan masuknya kotoran, dan ini akan membuat masalah baru.

Adapun cara mencobanya adalah sebagai berikut:
Pertama. Saya nyalakan mesin dan saya tuang besin hingga garis paling atas (tanda 1 liter ) lalu mesin dijalanakan dalam berbagai medan.
1. pada jalan lurus di pagi hari, lalu lintas ramai, permainan perseneling 3 dan 4, satu botol habis untuk 10 kilometer.
2. diujicoba pada medan tanjakan dan turunan, bensin habis 1 : 9,6
3. diujicoba pada jalan datar tanpa rintangan, dengan perseneling nyaris rata pada gigi 4 dan kecepatan rata-rata hanya 50 km/jam, saya isi botol itu 1 liter dan ternyata, konsumsi BBM adalah 1:11 dan bahkan mendekati 1:12 (ketika saya sampai kembali di rumah, odometer menujukkan jarak perjalanan menunjukkna 11 kilometer persis namun masih tersisa bensin di botol itu)

FOTO-FOTO UJICOBA

kecepatan rata-rata 50 km / jam

BERANGKAT: odo 949/5 = besin 1 liter penuh

TIBA: odo 960/5 = bensin masih tersisa (tampak dalam gambar)




CATATAN

sebetulnya, teknik pengaturan spuyer dari luar ini sudah alma saya gunakan, hanya baru hari ini saya mengukurnya secara pasti.

Saya perlu bagikan pula pengalamannya, bahwa dengan cara ini, tarikan mesin jelas kurang kontan, terutama setelah lepas gas dan hendak berakselerasi kembali. Kalau Anda tidak puas, Anda dapat langsung mengurangi kerapatan jarum itu (melonggarkannya) agar bensin lebih banyak yang dikonsumsi. Dengan cara ini, Anda tidak perlu membuka karburator untuk mengganti spuyer dan menggantinya dengan yang lebih kecil karena sekarang sudah bisa diatur dari luar.

Pengalaman saya, dengan menggunakan jarum spuyer seperti itu, mobil masih bisa digeber hingga 90/km per jam. Akan tetapi, untuk mencapai kecepatan seperti itu tentu jadi lebih lama dibandingkan sebelumnya.

Itulah pengalaman yang saya alami. Barangkali ini ada manfaat buat Anda. Namun, saya tidak menjamin pengalaman saya akan sama persis dengan pengalaman Anda mengingat banyak faktor lain yang saya pikir juga turut menetukan, misalnya seperti cara memainkan gas dan memindah perseneling, tekanan angin ban, kesehatan coil dan pengapian, busi, dll. Jika Anda tertarik, silakan mencoba. Salam.

FOTO DARI JARAK YANG LEBIH DEKAT:



31 Oktober 2014

Perjalanan ke Sidogiri: Mogok Sana, Mogok Sini


“Sangat sedih dan turut kasihan…”

Itulah kata-kata yang saya sampaikan kepada Paman Farhan untuk perjalanan beliau ke Sidogiri kala itu, 17 Oktober 2014. Perjalanan itu adalah perjalanan penuh kemogokan. Saya tahu, Paman sangat paham mesin Colt, tapi entah kepana kali itu apes sekali.

“Entah berapa kali berhenti (mogok), sampe' tidak terhitung,” kata Paman kepada saya setelah tiba di Madura. “Bahkan sempat sekali memacetkan pintu tol, sampe' pegutas tol ikut bantu mendorong mobil, ditepikan supaya tidak menghambat laju kendaraan  mobil.”

Akar masalah dari semua ini sebetulnya sudah diketahui dari awal, sebelum berangkat. Masalahnya adalah pompa bensin yang tidak normal. Memang, beberapa kali, Colt saya mengalami kemacetan pompa bensin (membran) pada saat berhenti dari posisi berjalan namun hanya dalam kondisi mesin panas. Hal demikian sudah saya alami berkali-kali dan tetap saja saya tidak berusaha menggantinya dengan ‘rotax’ atau pompa bensin elektrik. Mengapa? Karena saya sudah triknya; yaitu tetap memainkan gas tinggi ketika berhenti sebentar atau memancing bensin (isi sediikit), cucur langsung ke karburator ketika kepalang berhenti lama dan mematikan bensin.

Masalah ini sudah saya sampaikan kepada beliau dan beliau tenang saja. Maklum, Paman Farhan sudah pegang Colt sejak lama sehingga dia tahu keluhan dan masalah yang biasa terjadi. Hanya saja, kala itu dia apes: lupa tidak membawa ‘rotax’ yang memang sudah dia siapakan untuk jaga-jaga.  “Sangat lupa untuk membawanya, padahal sudah saya siapkan!” katanya seraya mengeluarkan asap rokok.

Sejak saat itu, saya pun mengganti pompa bensin manual bawaan Colt ke pompa elektrik, namun pompa membran tetap tepasang, siapa tahu suatu saat rotax mati mendadak. Namanya barang elektrik, biasanya suka matinya mendadak, beda dengan yang  manual, biasanya memberi aba-aba lebih dulu kepada kita sebelum rusak.









11 Oktober 2014

Undangan Manten


Perjalanan pagi ini (Kamis, 9 Oktober 2014) adalah perjalanan ke Lebeng Timur, kecamatan Pasongsongan. Saya dan beberapa sanak keluarga bersiap hadir menuju undangan selamatan pernikahan Muslimah (nama orang). Perjalanan terkesan agak terburu-buru karena saya terlambat; baru berangkat ketika rombongan mobil yang satunya (L300) sudah berada di Pregi, kira-kira 6 kilometer di depan. Kami berangkat pukul 06.30; 45 menit telat dari jadwal yang direncanakan.

Dalam perjalanan itu, saya dihantui rasa cemas karena 5 hari sebelumnya, Colt saya baru saja dibawa oleh Paman ke Sidogiri (Pasuruan) dan mengalami beberapa kali masalah pada suplai bensin; pompa bensin tersendat di waktu mesin panas dan stasioner, seperti penyakit yang lalu-lalu. Padahal, sejak beberapa bulan lamanya, masalah ini tidak pernah kambuh. Kok, ya, tumben saja ketika dibawa pergi jauh oleh si paman, eh, kumat lagi.

Saya sadar, perjalanan ke Lebeng itu akan menghadapi jalan rusak yang dapat dijelaskan dengan “pada bagian tertentu, kita harus berjalan dengan gigi 1 yang kecepatannya nyaris sama dengan orang berjalan kaki”. Tentu saja saya waswas, takut mengalami kejadian serupa yang dialami sang paman , terlebih pada perjalanan kali ini saya akan menghadiri acara walimah pernikahan di siangnya, pukul 10.00, meskipun letaknya tak jauh dari rumah saya: dua acara dalam setengah hari.

Ternyata, acara selamatan Muslimah itu berlangsung sangat singkat. Acara ini tergolong acara min-amin pandek, yakni acara syukuran pernikahan yang sangat singkat; mencakup pembukaan dengan pembacaan Al-Fatihah, pembacaan shalawat, doa, lalu makan dan bubar. Setelah itu, kami pun pulang. Berdasarkan data GPS by Garmin yang saya bawa (milik adik), data perjalanan kami pagi ini adalah 33 kilometer pergi-pulang.

* * *

foto oleh Moh Khatibul Umam (MKU)
Esoknya, Jumat 10 Oktober 2014, saya kembali menghadiri undangan pernikahan, mengantar mempelai putri yang kebetulan sepupu ibu saya ke daerah Pancoran, Kadur, Pamekasan. Jarak dari rumah saya ke lokasi berkisar 29 kilometer (hitungan tanpa GPS) untuk sekali jalan. Kami berangkat bersama rombongan mempelai wanita dari Guluk-Guluk pada pukul tujuh pagi lewat sedikit.

Dalam perjalanan itu, posisi (Colt) saya berada di posisi tengah dari mobil penganten, yang terdepan, yaitu Mercy 300E. Meskipun pada saat hendak berangkat saya kembali dihantui perasaan cemas, takut mengalami mogok seperti yang dialami paman, ternyata perjalanan lancar-lancar saja. saya membatin, rupanya mogok itu sangat mudah membuat trauma. Sebetulnya, saya sudah memasang pompa bensin elektrik di mobil. Namun, karena waktu yang tidak cukup, saya belum sempat mengganti selang bensin dari pompa manual (membran) ke pompa elektrik itu.

Yang saya khawatirkan dalam perjalanan kali ini bukanlah karena jalan yang rusak sebagaimana perjalanan sebelumnya ke Lebeng Timur, melainkan karena perjalanan kali ini adalah perjalanan berkonvoi, iring-iringan panjang. Kemungkinan, masih ada sektiar 20-an mobil di belakng Colt saya yang bernomor urut ke 14. Lebih dari itu, medan perjalanan akhir menuju lokasi di Pancoran Barat itu adalah tanjakan terjal dan sudah pasti jalannya akan melambat. Bagaimana jika mobil berjalan tersendat dan pompa bensin mendadak macet di tanjakan? Itulah kekhawatiran saya.

Benar, seperti sudah saya duga, menjelang lokasi parkir, di saat iring-iringan mobil mengular dan berjalan sangat lambat, tercium bau hangus kampas kopling. Saya tidak yakin, bau itu bersumber dari Colt, dan entah dari mana sumbernya. Sebab, meskipun iring-iringan mobil itu diikuti oleh mobil-mobil yang rata-rata bertahun produksi pasca-2000, tapi soal kampas kopling memang tak pilih mobil dan tak pilih tahun. Mobil baru pun bisa saja terkikis kampasnya kalau tidak sambil mengombinasakan jeda dengan handrem, pada posisi jalan menanjak dan dalam kondisi macet (perhatikan cerita perjalanan yang ini: Macet di Bawen)

Akhirnya, bersama rombongan yang lain, kami dan semua romongan tiba di lokasi yang berada di dataran tinggi itu dalam keadaan selamat. Alhamdulillah.

22 Agustus 2014

Plafon:Mahkota Colt


“Jika mahkota perempuan adalah rambutnya, maka mahkota Colt adalah plafonnya”.



Plafon, bagi Colt T 120, merupakan mahkota. Nuansa klasik plafon Colt ada pada paduan beludru dan atau kulit dengan motif jahitnya. Secara umum, beginilah ciri khas plafon mobil tahun 80-an.

Akan tetapi, setelah dilakukan perbaikan bodi, eksterior dan interior, terkadang plafon Colt jadi rusak dan tidak asli lagi. Apa pasal? Atap keropos dan dibiarkan berlarut terkena embun atau hujan itulah penyebabnya. Jka ada a kebocoran di atap, maka plafon harus dirombak sebab harus dilas sebelum dicat.



Ada pula karoseri yang menggunakan vinyl sebagai pembungkus atap. Namun, penggunaan vinyl ini biasanya custom, yakni bergantung pada pesanan. Penggunaan vinyl membuat mobil terkesan elegan. Namun, jika kita tidak rajin melakukan pengamatan, semisal adanya sayatan atau kebocoran kecil, dengan mudah air akan merembes ke dalam atap dan mengembun lalu membuat keropos. Atap akan rusak, dan secara tak langsung, plafon pun rusak dan harus dirombak. Oleh karena itu, untuk merawat mahkota Colt itu kita harus rajin mengontrol atap  yang notabene berada di bagian yang jarang dilihat, berbeda dengan bagian depan dan samping bodi.


15 Juni 2014

Mogok dan Cerita Suka-Duka



Dibutuhkan kesabaran, ketenangan, serta ketegaran saat menghadapi rintangan di jalan. Itulah kunci menjadi sopir, terutama sopir mobil lawas. Ketika gerah, harus nerima. Ketika disalip, harus nerima. Ketika mogok, harus nerima.

Ketika itu, colt saya mogok persis depan sebuah rumah megah. Peluh mulai menetes begitu saya membuka jok depan untuk mengecek masalah. Saya mulai dari pengecekan karburator. Anak perempuan saya melongok dari kabin belakang sambil lalu ia membantu saya mengambilkan perkakas yang saya butuhkan sesuai perintah. Semua perkakas ada di sebuah kotak di bawah jok tengah.

Dari seberang jalan, dari balik pagar marmer rumah itu, terdengar suara anak kecil, mungkin 8 tahunan.
“Hey, kenapa kok berhenti di depan rumahku?”

Awalnya saya tidak mempedulikan suara itu. Saya memang tidak sempat melihat mukanya karena sibuk mengurus mesin. Namun, anak itu terus-menerus ngoceh, namun saya tak jelas dan tidak menggubris kata-katanya. Lama-kelamaan, anak perempuan sayalah yang terusik. Dan ia bertanya.

“Mengapa, ya, anak itu ngomong melulu?”
“Aku tidak tahu. Biarkan. Ini Ayah masih ngurus mesin mobil.”

Makin lama, anak kecil di seberang itu saya dengar mulai mengeluarkan kata-kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan oleh remaja tapi saya maklumi karena ia masih anak-anak.

“Hey, mobil kamu jelek. Rodanya juga jelek.”
Semenit diam.
“Mobil kamu nggak ada AC-nya. Aku punya mobil 3 lho…”
Saya perhatikan, anak perempuan saya tidak tahan juga rupanya menerima ocehan anak kecil seumurannya itu. Dia membalas.

“Hey, kenapa kamu ngomong terus?”
“Apa?” suara dari seberang.
“Kenapa kamu kok ngomong terus-terusan dari tadi?” Anak saya bertanya lagi tapi tanpa perasaan minder atau sinis terhadap anak kecil di seberang itu, di balik tembok rumah megah itu. Yah, namanya anak kecil, serba polos.
“Hahaha… biarin, Nak. Biarin saja dia itu!”

Saya tertawa dan tertegun, merasakan betapa ringannya perasaan hati anak-anak. Betapa tenang dia meskipun diejek begitu rupa. Kiranya, itulah pelajaran yang saya terima kala itu, bahwa untuk bisa bersikap ikhlas dan nerima itu harus berempati kanak-kanak, tidak perlu jadi anak-anak kembali, apalagi kekanak-kanakan.

Sekitar 30 menit kemudian, barulah saya temukan masalahnya. Karet injektor karburator ditemukan ‘bengkak’, artinya ia tidak bisa leluasa bergerak. Untung, dalam kotak alat masih tersedia injektor bekas yang dulu sempat saya ganti dan tidak dibuang.

Berakhirlah masa menegangkan sore itu. Setelah mobil berjalan normal dan perseneling sudah masuk gigi 4, baru benar-benar tenanglah pikiran saya. Akan tetapi, ada satu hal yang mengganggu konsentrasi, ya, ocehan anak kecil di balik tembok rumah megah itu: ‘Hey, mobil kamu jelek. Rodanya juga jelek’, juga ‘Mobil kamu nggak ada AC-nya. Aku punya mobil 3 lho’, dll. Saya tidak habis pikir, dari siapa ia mendapatkan pelajaran mengejek ini?  Di mana dia belajar? Saya tak yakin ia mendapatkannya dari teman, apalagi dari guru. Saya hanya menaruh curiga, anak kecil itu meniru apa yang ia lihat di televisi.  Sepengetahuan saya, yang begitu-begitu tak pernah saya temukan di dunia nyata, di dunia kecil anak. Itu hanya ada dalam cerita, di layar kaca.

19 Mei 2014

Tanya-Jawab Iseng


TANYA: Mengapa jembatan buatan orang dulu itu dibikin sempit?
JAWAB: agar kalau ada dua kendaraan berpapasan tidak lantas masuk bersama, sehingga menyebabkan jembatan ambrol. Sekarang, jembatan sudah dibuat sama lebarnya dengan jalan raya agar kalau sedang balapan tidak perlu ngerem dan tetap semangat.

TANYA: mengapa tangki bahan bakar kendaraan dulu itu gede-gede?
JAWAB: Karena zaman segitu, SPBU masih jarang-jarang. Untuk jarak 1 km, orang biasa jalan kaki; 5 km orang masih pakai pake sepeda ontel. Sekarang, 1 km saja orang naik mobil, itu pun terkadang hanya seorang diri saja.

TANYA: Mengapa beberapa mobil lawas, seperti Colt dan L300, kalau lari 80 km/jam ‘saja’ buzzernya sudah berbunyi?
JAWAB: Karena dulu jalannya masih sempit sehingga kecepatan 80 km/jam saja sudah terasa sangat ngebut. Sekarang, di atas 100 km jam pun tetap dilawan karena jalan semakin lebar meskipun sejatinya tetap saja ‘sempit’ karena sepeda motor berseliweran dan kendaraan lain makin banyak.

CONTOH bunyi buzzer Colt T-120 ada pada menit ke 1:27 di dalam video ini

04 Mei 2014

Kop


Masyarakat di daerah saya (Madura), menyebut teknik ‘membersihkan kotoran ringan di dalam karburator dengan cara buka-tutup lubang isap udara dalam keadaan mesin menyala’ itu dengan istilah nge-kop. ‘Kop’, dalam Bahasa Belanda, berarti ‘kepala’ (head). Menurut sementara dugaan saya, istilah kop ini juga ada hubungannya dengan karburator sebagai kepala (pusat) dari sebuah mesin bensin. Ini, sih, dugaan orang awam saja.

Sebetulnya, kata banyak montir, karburator itu nyaris tidak perlu dibersihkan alias tidak pernah kotor. Sebab, sebelum masuk ke situ, bensin sudah lebih dulu melewati penyaringan. Akan tetapi, ada kalanya kotoran halus ada pula yang lolos dan masuk ke ruang karburator. Nah, di sinilah fungsi kop, bahwa kotoran ringan masih bisa dibersihkan tanpa harus membongkar karburator. Namun, jika koran terlalu berat, cara seperti ini tidak efektif, dan memang menurut sementara pendapat, cara ini tidak baik bagi kesehatan karburator. Ya, itu juga katanya walaupun toh saya tetap melakukan cara seperti ini.

Kotoran bensin itu biasanya berupa serbuk besi yang disebabkan oleh keropos pada tangki bensin. Serbuk ini akan mengendap di bagian bawah. Namun jika bensin sedikit, apalagi sampai kehabisan, maka bukan mustahil jikalau serbuk ini akan masuk ke filter, dan sebagian ‘lolos’ sampai ke karburator untuk kemudian menyumbat saluran-saluran kecil dan halus di dalamnya. Teman saya memasang kepingan kecil besi hardisk di filter. Tujuannya adalah agar jika ada serbuk besi dari tangki maka cukup nempel di sana, tidak ikut bensin yang dikirim ke kerburator.

15 April 2014

Bensin itu Pahit, Jendral


Sudah 3 kali saya alami mogok karena bensin mendadak habis di ruang karburator. Kejadian terakhir adalah tadi malam (Senin, 14 April, 2014). Gara-gara ini, rencana pergi bertandang ke rumah Qudsi di Rubaru (66 km dari TKP mogok atau 26 km dari rumah saya), segera saya gagalkan lewat SMS mengingat tidak ada taksiran hingga berapa lama lagi saya akan mampu mengatasi masalah ini. Terjadwal, saudara-saudara saya yang lain akan berangkat bersama-sama setelah saya tiba, diperkirakan pukul 20.30.

Saya yakin, masalah ini adalah tidak lancarnya suplai bensin, dari membran ke karburator, bukan kelistrikan atau yang lain. Makanya, saya bergerak cepat, mencopot slang bensin dan mengisapnya. Aik, pahit. Saya sedot lagi, bensin tetap tak naik. Distarter, bensin tidak keluar. Distater lagi, bensin muncrat tapi cuma sedikit. Ini pertanda: membran alias pompa bensin tidak bekerja dengan baik. Setahu saya, membran colt itu bisa memuntahkan bensin hanya dengan distarter bahkan tanpa mesin hidup, berbeda dengan L300. Malam itu, mulut saya saya benar-benar berbau bensin. Dan, bensin itu benar-benar pahit, baik ketika kena lidah atau pada saat dinaikkan dulu, dari 4500 ke 6500 per liter.

Lantas, saya ingat-ingat kembali kejadian-kejadian yang sama, terjadi masing-masing;
tanggal 29 Maret: mogok setelah parkir dan berjalan pelan sekitar 1 kilometer
tanggal 7 April: mogok setelah parkir dan berjalan kira-kira 500 meter
tanggal 14 April: tadi malam, mogok setelah parkir, berjalan kira-kira hanya 100 meter
sambil berpikir tentang hal ini, saya berkesimpulan sementara.

Atas bantuan saudara Hasyim, saya minta seperempat cangkir bensin yang diambilkan dari sepeda motor. Lalu, dituanglah ia ke dalam karburator yang saluran udaranya sudah dibuka. Sesudah itu, saya tutup lubang karburator itu dengan tangan, barulah distarter, akhirnya bisa menyala. Gas saya injak lebih dalam. Anak istri naik dan mobil pun berjalan normal sampai ke titik perhentian berikutnya, 10 kilometer jaraknya.

Dari perhentian pertama ke perhentian kedua, tidak ada masalah sedot-sedotan bensin lagi karena saya sudah punya ‘catatan’, bahwa membran colt ini tidak mampu menyedot bensin dari filter jika mesin dalam keadaan putaran rendah. Makanya, begitu mesin menyala, gas langsung mainkan gas dan saya jalankan mobil secara nornal, tidak main-main stasioner dulu. Begitulah akhirnya, saya berhasil pulang dengan selamat meskipun sedih karena rombongan yang berencana pergi besama ke Rubaru sudah berangkat.

Tadi pagi, setelah dicek, ternyata kelam (cincin penjepit) slang bensin tidak kuat alias longgar. Pantesan, pikir saya, daya sedot membran  menjadi lemah. Namun, sangat mungkin juga penyebabnya adalah adanya kebocoran pada slang bensin yang menghubungkan membran dengan filter, bahkan walaupun diameternya sebesar ujung jarum. Ini adalah kesimpulan sementara setelah saya coba tanpa masalah. Entah esok entah lusa,  saya harus menunggu. Kalau masih mogok lagi? Berarti membran yang bermasalah, ia sudah lemah. Masih mogok lagi? Biarlah, toh mogok itu mobiliawi, sebagaimana halnya demam dan batuk sebagai sifat manusiawi. Saya akan perbaiki lagi sebagai tanda bahwa saya itu masih manusiwi dan berwawasan mobiliawi serta titosiawi.

28 Maret 2014

Tamu demi Colt


foto oleh Eko Nur H
Hari Rabu lalu, 26 Maret 2914, kira-kira pukul 10.30 pagi, saya kedatangan seorang teman, Eko Nur namanya. Dia asli Jogjakarta tetapi sekarang bekerja di Jakarta. Namun, ketika bertandang ke tempat saya di Guluk-Guluk (Sumenep), Eko Nur ini berangkat dari Surabaya bersama pamannya, Pak Wawan, juga istri dan mertua sang paman itu.

Sebelumnya, saya tidak kenal dengan Mas Eko ini. Kami bahkan tidak saling berteman di Facebook ataupun di jejaring sosial yang lain. Entah bagaimana ceritanya, Mas Eko mengantongi nomor ponsel saya. Sebetulnya, kami memang sudah terlibat saling-SMS. Begitu pula ketika hendak bertandang ke rumah, dia konfirmasi lewat SMS juga.

Satu hal yang saya herankan adalah tujuan Mas Eko ini ke mari. Ia datang semata-mata hanya untuk silaturrahmi. Setelah saya tanya ‘hedak ke mana setelah ini’, dia pun menjawab ‘kembali ke Surabaya’. Itulah mengapa saya anggap kunjungan ini unik dan istimewa karena hubungan ini diawali oleh kesamaan: Colt.

Setelah shalat Duhur, kira-kira pukul 13.14, Mas Eko dan Pak Wawan beserta rombongan kembali ke Surabaya. 


22 Maret 2014

Stang Delco


Dalam putaran tinggi, yakni ketika pedal gas diinjak dalam-dalam, saya lihat mesin tidak stabil, bergetar hebat. Ini pertanda mesin tidak sehat dan jelas tenaga yang dikeluarkannya akan berkurang. Kata seorang montir, ini diseababkan oleh arus dari coil yang tidak sempurna. Kemungkinannya, coil sudah tua dan tidak mampu lagi.

Namun demikian, saya tidak lantas percaya pendapat itu. Karena sebetulnya, mesin bergetar hebat itu bisa dikarenakan oleh hal-hal yang lain di luar pertimbangan kita sendiri. Buktinya, ketika suatu waktu saya mendapati oli tidak naik (ditunjukkan dengan lampu ‘oil’ yang tetap menyala ketika mesin sudah menyala), saya beranggapan bahwa pompa oli sudah aus atau filter oli tidak rapat. Ternyata, setelah dicek, hanya karena baut delco-nya saja yang longgar. Begitu dikencangkan, beres sudah masalahnya.

Dalam menghadapi masalah, terutama Colt, belakangan ini, saya tidak mudah panik dan salalu berhati-hati untuk mengambil ekskusi. Sebab, kalau sembarangan, salah diagnosa akan menyebankan ‘penyakit tidak sembuh’, dan juga onderdil yang terlanjur kita beli—terkadang—tidak dapat ditukar kembali alias percuma.

Dalam kasus di atas, ternyata, masalah ada pada stang delco yang sudah tidak lurus lagi. Ini rupanya penyebab getaran hebat mesin dalam putaran tinggi. Dugaan ini dikemukakan oleh montir yang lain (beda dengan pendapat yang pertama) dan ternyata benar adanya. Maka, setelah saya ganti stang delco dengan yang baru, selesailah masalah tersebut.

Ketika saya tanya kepada pak montir, kenapa stang delco yang tugasnya relatif ringan itu bisa ‘bengkok’? Menurutnya, hal ini disebabakan oleh cara pasang yang salah. Kata dia, ketika akan dipasang, stang memang sulit masuk. Beberapa orang terkadang menempuh ‘cara kekerasan’, yakni dengan memukul bagian atas stang itu dengan benda keras, seperti martil. Menurutnya, cara tersebut berbahaya. Lalu bagaimana? Cukup tekan stang itu kuat-kuat, nyalakan starter, dan stang delco akan masuk dengan sendirinya.

30 Januari 2014

Karburator dan Isinya


Setelah beberapa kali membersihkan karburator sendiri dengan bantuan teman, akhirnya saya berhasil membersihkan karburator dengan tangan sendiri dan sendirian. Awalnya, sempat saya alami bongkar pasang karburator milik Colt T-120 ini dan dianggap gagal karena ada beberapa item yang tidak terpasang. Hal ini membuat saya kendor dan capek karena tidak terbiasa. Ini adalah pengalaman yang, kalau tak salah, keempat atau kelima kalinya.

SPUYER
Awalnya, saya membongkar karburator karena merasa konsumsi BBM Colt saya ini terlalu boros. Ditemukanlah penyebabnya, yakni adanya kombinasi spuyer yang terlalu besar, 95-162. Padahal, sebelumnya sudah sering kali mencoba kombinasi spuyer, mulai dari 80-90, 85-90, hingga yang terakhir 85-95. entah mengapa dan kapan saya pasang spuyer gede itu, mungkinkah orang lain? Mungkinkah paman saya yang menggantinya sewaktu membawa Colt ini ke Jember tempo hari? Namun, yang saya pasang dalam kali terakhir ini adalah kombinasi 95-98. Selain spuyer berbentu pipih, ada lagi spuyer yang bentuknya panjang, entah apa ini fungsinya. Posisinya tegak dan batangnya seperti batang lidi. Ternyata, nomor spuyer yang ini juga beragam. Yang saya temukan dalam karburator bernomor 4.4.
Spuyer pipih, seperti mur, yang kombinasinya saya sebut di atas, banyak sekali ragamnya.  Saya memang sering membeli spuyer untuk koleksi, tepatnya untuk persiapan dan coba-coba. Toh, harganya berkisar 3-5 ribu rupiah saja. Dari sekian banyak spuyer, saya membaginya jadi dua jenis: ada yang berwarna kuning emas dan jenis lainnya kuning kehitaman. Yang kuning seperti emas, nomornya jelek, seperti ditulis tangan. Semetnara yang kuning kehitaman cap nomornya seperti dari cetakan. Saya berasumsi, spuyer yang warna kehitaman ini adalah yang nomornya lebih valid. Soalnya, saya pernah membandingkan lubang spuyer itu tidak sama;
lubang spuyer kuning bernomor 90 ternayta lebih besar dibandingkan spuyer kehitaman yang bernomor 95. Saya bandingkan pula dengan nomor yang lain.

MEMBERSIHKAN KARBURATOR
Untuk membersihkan karburato, sekarang tak perlu repot lagi. Kini, sudah tersedia cairan pembersih berbentuk semprotan (spray). Ia dapat membersihkan lubang-lubang di karburator dengan hanya cukup disemprotkan. Namun ingat, jika karburator berisisi kotoran padat, seperti serpihan pasir/debu, saya tidak yakin dapat dibersihkan dengan semprotan itu. Saya lebih yakin jika dibersihkan dengan kompresor.

PACK-SET/TOOL KIT
Pak set yang dimaksud di sini adalah sekumpulan item/onderdil dalaman karburator, berisi spuyer, packing, dll. Baru-baru ini saya membeli sebuah pack set dengan harga 60.000. Ternyata, beberapa yang saya temukan tidaklah benar-benar memuaskan/lengkap. Ada beberapa item yang tidak ada di dalamnya, seperti gotri dan kuningannya. Terus, masalah muncul karena batang besi penahan gotri itu ternyata terlalu panjang dari yang saya gunakan (yang kebetulan dibuat sendiri dari ruji sepeda karena yang aslinya hilang saat dibongkar). Akhirnya, saya potong dengan mesin gerinda dan disesuaikan.

Saya pernah mengalami kelepaaan tidak memasang batang goti dan kuningan itu di dalam karburator. Anehya, karburator tetap berfungsi dan mesin tidak pincang. Makanya saya tidak curiga sama sekali kalau ada beberapa item yang lupa dipasang. Saya baru curiga setelah diketahui konsumsi BBM diperkirakan menjadi gila, yakni 1:8 atau bahkan kurang. Ini diketahui setelah saya gunakan dalam perjalanan jauh, ke Banyuwangi (dari Sumenep).






Takziyah ke Wongsorejo

KAMIS, 2 NOVEMBER 2023  subuhan di Tanjung, Paiton  Rencana dan pelaksanaan perjalanan ke Wongsorejo, Banyuwangi, terbilang mendadak. Saya...