Memnag betul, tujuan utama kepergian saya ke Malang adalah
untuk buku. Itu tema besarnya, yakni diskusi buku saya, Nyalasar, di arena bazar
buku “Brawijaya Nyangking Buku” (FIB Universitas Brawijaya) dan di Kafe Pustaka
di Universitas Negeri Malang. Kedua acara ini berdatum 1 Oktober 2018. Namun,
ada sesuatu lain di balik cerita buku ini.
Sejak lama, saya memang ingin datang ke Kepanjen, ke Kedai
Vespa tepatnya, kedai yang katanya sering dibuat nyangkruk para penggemar
kendaraan antik, terutama Vespa dan Colt T120. Kedai ini berada di seberang
jalan Masjid Raya Kepanjen, Masjid Baiturrahman. Jadi, kalau Anda cari tempat ini, tanpa GPS
pun mudah ditemukan.
foto milik Pak Titho |
Siang itu, saya diantar kawan Ali Gojek (yang untuk pertama
kali saya kopdar di hari itu karena sebelumnya hanya berteman di media sosial).
Heran dimulai darinya. Setelah turun dari sadelnya, dia sama sekali tidak mau
dibayar. Dipaksa pun beliau tak mau. Saya tidak mengerti kok ada jenis tarif
seperti ini, tarif geleng-geleng kepala. Waduh, ini kenikmatan bertubi-tubi
setelah sebelum berangkat tadi dihajar pecel di rumah Bapak Sya’roni yang
kediamannya arah timur daya Terminal Arjosari
Dalam perjalanan ke Kepanjen—yang jaraknya tidak saya
ketahui sebelumnya kalau ternyata jauh sekali [istilahnya “Malang tapi nyeberang laut”]—nyaris
saja saya tertidur di atas sadel Supra 125-nya Mas Gojek karena tak tahan
menahan kantuk. Maklum, dalam perjalanan ke Malang, saya tak dapat jarah kursi
di bis AKAS karena penumpang membeludak. Begitu pula, perjalanan dari Surabaya
ke Malang dengan PO Kalisari pun tak bisa tidur dengan pulas, dan hanya
sekilas. Barangkali itu penyebabnya.
Setiba di kediaman Mas Wida, sungguh bahagia sekali dini karena
pelindung bodi colt yang saya cari langsung didapat, switch lampu kabin ada juga. Malah, Mas
Wida ngasih saya flasher asli buatan Mitsubishi Jepun yang mungkin sudah
tiada lagi di toko mana pun, bahkan termasuk di toko-toko suku cadang di
sekitaran Tokyo dan Kyoto. Yang lebih
edan lagi, begitu saya mau bayar, Mas Wida juga tak mau. Kata dia, uang saya
tidak laku di Malang. Heran, padahal, saya kan datang dari Madura dan Madura itu
bagian dari Indonesia, kok bisa tidak laku? Lagi pula, yang saya serahkan itu
kertas bernominal, uang sungguhan, bukan daun salam atau daun tembakau... heran
deh
Singkat cerita, setelah mnenghabiskan soto, juga bertemu
dengan Pak Titho dan Mas Yoyok dan menyelesaikan shalat duhur di musalla depan
rumah Mas Wida, saya pun pamit pulang dengan keadaan sangat kenyang, baik
secara lahir maupun batin. Terima kasih Mas Wida dan teman-teman Colt T120
(MRMC).
TAMBAHAN: sebetulnya, sepulang dari Kepanjen, saya langusng bergerak
menuju ke Universitas Brawijaya bersama Mas Ali. Kejutan ternyata belum
berakhir juga. Di UB, saya dikejutkan oleh seorang lelaki yang ternyata bernama
Pak Yusuf R. Nah, Pak Yusuf ini adalah orang yang pertama kali—setidaknya yang
saya tahu—memposting ceria seputar Colt T120 di blognya dan lantas menjadi
trending, dikomentari ratusan orang. Itulah blog yang menjadi cikal-bakal lahirnya
grup Colt di mailing list Yahoo! dan selanjutnya pindah ke Facebook.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar