Pembaca

23 Juni 2009

300-E lawan T-120



Tiga hari yang silam, saya diajak Ini ITU Pangapora dan Tuan Bilgetz dari Mikrusup
melaksanakan laga tandang ke Partelon. Kami bertiga menunggang Mercedes Benz 300-E. Dibawah buaian pendingin udara yang lembut dan suasana kabin berperadam tinggi, aura wibawa mobil lawas ini masih terasa. Kabin pun nyaris serasa kuburan, senyap. Deru mesin berkapasitas dua kali lipat lebih besar daripada mesin Colt T-120 itu tidak terdengar. Hanya aum sepasang muffler berkesan bazzoka, pada saat rotary per minute-nya meninggi, sesekali menyelinap di rongga telinga.

Duduk di kokpit, saudara Ini ITU (bacanya: idhuuu...) Pangapora dengan Tuan Bilgetz sebagai navigatornya. Saya, seorang diri, duduk di jok belakang sambil membayangkan menjadi seorang pejabat eselon II yang hendak mengunjungi istri mudanya. Jalan kelas III-A yang sering dilintasi truk-truk bermuatan overload ini terasa lintasan pacu bandara: rata, datar, tanpa tonjolan, tanpa gelombang.

Alhamdulillah, setelah turun dari mobil buatan Jerman ini, saya dapat mengubah persepsi yang selama ini selalu saya sombongkan:
Ternyata, ada tumpa’-an yang lebih nyaman daripada Colt T-120…

(itu dia kesimpulannya)

4 komentar:

  1. Hahaha... sungguh partelon bangga kedatangn tamu para pejabat eselon II; dan betapa bangganya pula taniyan saya di jejaki mobil kinyis2 itu, hehehe...
    Btw, kesimpulannya itu lho; gaaaaaaaaaak nahaaaaaaaaaaaannn!!!

    BalasHapus
  2. betul: agar tidak terlalu sombong. ha...ha..hi...hi....

    BalasHapus
  3. Salam kenal,

    Saya suka dengan tulisan-tulisannya, banyak manfaatnya karena saya baru dapat warisan Colt T120 dari Bapak saya,

    Terima kasih

    BalasHapus
  4. @Heldi: terima kasih jika telah bersedia membaca tulisan-tulisan saya. Salam kenal. saya di Sumenep, Madura.

    BalasHapus

Ke Sobih, Kampung Colt

Jika kata Sobih disebut di hadapan Anda yang domisili di Bangkalan, imajinasi yang mungkin muncul pertama kali adalah bubur, ya, Bubur Sobih...