Saya sudah melewati jalan menurut
panjang Ketawang, kira-kira seperempatnya, ketika dari arah utara tampak Panther
ijo Royal tampak terengah menanjak. Di belakangnya ada Hiace. Seorang ibu
menyunggi keranjang berjalan di atas aspal karena ruang jalannya sudah habis.
Tangannya yang melambai membuat saya ragu: saya harus mengalah, ngerem, dan
membiarkan Panther terus berlalu.
Tiba-tiba, saat kami sudah begitu dekat, sebuah motor Shogun tuwek
menyalip, dengan gaya menggunting, lalu
terus meluncur ke bawah. Kaget saya bukan alang kepalang. Hati deg deg ser.
Sopir Panther tak kalah kaget, bahkan sampai harus ngerem dalam posisi
menanjak. Ternyata, pengemudinya Fahmi Amin. Saya melihatnya jelas karena ia
terpaksa berhenti di tanjakan, hampir diseruduk mobil Hiace yang di belakang.
foto hanya pemanis, tidak berhubungan dengan cerita |
Lanjut...
Colt saya menggelinding cepat, mengikuti jalan menurun. Kali ini, lajunya tidak seperti tadi. Jika tadi cuma 40 km/jam, kini 60-65 km/jam. Bedanya, sekarang saya nawaitu mengejar kedua anak berseragam madrasah pondok yang saya kenal itu. Mereka harus diberi pelajaran di luar kelas.
Colt saya menggelinding cepat, mengikuti jalan menurun. Kali ini, lajunya tidak seperti tadi. Jika tadi cuma 40 km/jam, kini 60-65 km/jam. Bedanya, sekarang saya nawaitu mengejar kedua anak berseragam madrasah pondok yang saya kenal itu. Mereka harus diberi pelajaran di luar kelas.
Sayangnya, sebelum Gurmate,
sebuah sepeda motor keluar dari mulut jalan, membonceng rumput, dan mengambil
posisi di tengah, bahkan agak ke sisi kanan karena jalan sebelah kirinya penuh
cekungan dan sangat bergelombang. Kami terpisah jauh dengan kedua anak itu
sekarang.
Selepas Gurmate, saya menyalip
sepeda motor dan melajukan Colt kembali. Jalan rusak dan bergelombang, hajar
saja, saya tak peduli. Menjelang SDN Sumber Payung, jarak antara kami semakin
dekat. "Entar saya pepet, saya hentikan!" Batin saya, mulai geram.
Lagi-lagi, sehabis SDN, ada jalan
ke kanan. Dari situ, tiba-tiba nyelonong sepeda motor, kembali memisahkan jarak
Colt saya dan sepeda motor tadi. Saya sudah mulai pesimis. Ganding tak jauh
lagi, yang artinya kemungkinan tak terkejar itu sudah semakin tinggi.
Untungnya, kejutan datang: Deus
ex Machina.
Di selatan jembatan besar Sumber
Payung, sebuah truk besar Mercedes Benz tipe 1917 mundur. Akibatnya, semua kendaraan,
dari dua arah, terhenti karena bodi truk yang panjang tersebut melintangi jalan.
Walhasil, saya langsung pepet sepeda motor itu ke tepi kiri, buka pintu dan
menyamperinya. Tanpa perlu babibu, saya langsung menginterogasinya. Saat itulah
saya merasa kayak Rick Hunter yang dapat menangkap penjahat kaliber apapun
dalam waktu kurang dari satu jam (sesuai jatah durasi tayang di serial
televisi).
"Kamu ini bikin malu. Pake
seragam madrasah, kelakuan gak berakhlak di jalanan. Enggak malu kamu?
Mereka menundukkan kepala, tanpa sepatah kata.
"Awas, jangan ulangi lagi. Saya laporkan nanti sama kepala madrasahmu!”
Mereka menundukkan kepala, tanpa sepatah kata.
"Awas, jangan ulangi lagi. Saya laporkan nanti sama kepala madrasahmu!”
“Tapi, saya ini tadi kepepet.”
Dia masih berkelit.
“Kepepet? Kepepet gimana wong
saya pelan saja, kok.
Tiba-tiba, muncul seorang lelaki
bersepeda motor matik. Ia menghampiri kami. Dia lalu berkata dan menghakhiri
cerita di pagi Kamis itu.
“Heh, dari tadi saya ada di
belakang kalian, kok. Jadi, saya tahu persis kelakuanmu di jalan.”
Adegan selesai.
TAMAT
------------------------------------
peristiwa ini terjadi pada hari Kamis terakhir, 28 Desember 2017
😂
BalasHapus