Pembaca

03 Oktober 2018

Lampu Ekor Colt




Umumnya, lampu Colt buatan parbrik karoseri Internasional itu menggunakan lampu Mazda 808.

Mazda 808. Sumber "wowcarsale"

Dari saking  populernya lampu ini hingga seolah-olah ia dianggap sebagai “lampu asli Colt”, padahal kita tahu, Adi Putro adakalanya juga menerapkan lampu Mercy Tiger untuk produk karoserinya. Kata Mas Piko yang punya Colt dari baru (milik ayahnya), ketika dulu ayahnya mau pasang lampu Mercy, bengkel Adi Putro minta tambahan Rp 250.000. Jadi, waktu lahirnya saja sudah beda jauh harganya.

Ketika saya membaca masuk Colt ke bengkel cat, saya berniat untuk mengubah lambu belakang Colt saya yang asal ke yang lain. Alasannya adalah karena lampu saya sudah kusam ada beberapa retakannya, yang kedua ingin ganti selera. Karena lampu Colt saya menggunakan lampu Mercy Tiger, maka saya cari lampu yang paling mirip dengannya. Yang paling dekat adalah lampu Mercy Actros 2526 (biasanya truk tronton buat ngangkut rokok Gudang Garam).

Lampu Actros memiliki dimensi  52 cm panjangnya, lebar 11 cm (kalau tak salah). Dengan demikian, maka dudukan lampu pada bodi harus diubah, diperlebar sedikit. Tak apalah kata saya dalam hati. Namun, setelah saya konsultasikan ke bengkel, ternyata dia tidak setuju. Lampu truk itu persegi, sedangkan lampu sedan Mercy ujungnya semi melengkung. Kalau persegi tidak cocok untuk bodi Colt yang tidak berbentuk kotak, tidak seperti pick up, karena bodi Colt itu dinamis, agak melengkung/oval. Alasan lainnya adalah karena harga mikanya itu berkisar 1.600.000 sepasang, itu pun harus nunggu satu bulan karena barang masih mau dikirim dulu lewat kapal, dari China.

Keputusan pun diambil. Saya tetap pakai lampu Mercy Tiger tapi cari di toko suku cadang, cari yang  asli dan baru, karena sudah bosan saya cari di loakan tidak nemu-nemu kecuali dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan miliksaya, sama-sama tidak istimewa. Setelah dicek harga, oalaaah, gila! Rp 5.000.000. Lima juta buat beli mika? Cari kerjaan yang lain aja deh.

Akhirnya, saya pakai punya sedan yang lain saja. Entah Accord atau Corollah. Barangnya saya nemu di Jember. Harganya sangat murah, kurang dari seratus ribu. Maka, selesai sudahlah acaranya. Cuma, perlu diingat, ketika saya meminta bengkel agar tidak sampai salah memasang kover lampu tersebut, bengkel mengajukan alasan lagi. Kalau dipasang secara benar (yang kiri dipasang di kiri dan yang kanan dipasang  di kanan) “Memang benar tulisan Stanley dan angka-angkanya benar, tapi kalau dilihat bakal kurang pas karena lengkungan lampu sedan itu terbalik dengan lengkungan bodi Colt. Jadi, yang paling sip adalah dipasang terbalik.”

Begitulah ceritanya.


Mencari Harta Karun ke Ngalam



Memnag betul, tujuan utama kepergian saya ke Malang adalah untuk buku. Itu tema besarnya, yakni diskusi buku saya, Nyalasar, di arena bazar buku “Brawijaya Nyangking Buku” (FIB Universitas Brawijaya) dan di Kafe Pustaka di Universitas Negeri Malang. Kedua acara ini berdatum 1 Oktober 2018. Namun, ada sesuatu lain di balik cerita buku ini.

Sejak lama, saya memang ingin datang ke Kepanjen, ke Kedai Vespa tepatnya, kedai yang katanya  sering dibuat nyangkruk para penggemar kendaraan antik, terutama Vespa dan Colt T120. Kedai ini berada di seberang jalan Masjid Raya Kepanjen, Masjid Baiturrahman.  Jadi, kalau Anda cari tempat ini, tanpa GPS pun mudah ditemukan.

foto milik Pak Titho
Siang itu, saya diantar kawan Ali Gojek (yang untuk pertama kali saya kopdar di hari itu karena sebelumnya hanya berteman di media sosial). Heran dimulai darinya. Setelah turun dari sadelnya, dia sama sekali tidak mau dibayar. Dipaksa pun beliau tak mau. Saya tidak mengerti kok ada jenis tarif seperti ini, tarif geleng-geleng kepala. Waduh, ini kenikmatan bertubi-tubi setelah sebelum berangkat tadi dihajar pecel di rumah Bapak Sya’roni yang kediamannya arah timur daya Terminal Arjosari

Dalam perjalanan ke Kepanjen—yang jaraknya tidak saya ketahui sebelumnya kalau ternyata jauh sekali  [istilahnya “Malang tapi nyeberang laut”]—nyaris saja saya tertidur di atas sadel Supra 125-nya Mas Gojek karena tak tahan menahan kantuk. Maklum, dalam perjalanan ke Malang, saya tak dapat jarah kursi di bis AKAS karena penumpang membeludak. Begitu pula, perjalanan dari Surabaya ke Malang dengan PO Kalisari pun tak bisa tidur dengan pulas, dan hanya sekilas. Barangkali itu penyebabnya.

Setiba di kediaman Mas Wida, sungguh bahagia sekali dini karena pelindung bodi colt yang saya cari langsung didapat,  switch lampu kabin ada juga. Malah, Mas Wida ngasih saya flasher asli buatan Mitsubishi Jepun yang mungkin sudah tiada lagi di toko mana pun, bahkan termasuk di toko-toko suku cadang di sekitaran Tokyo dan Kyoto.  Yang lebih edan lagi, begitu saya mau bayar, Mas Wida juga tak mau. Kata dia, uang saya tidak laku di Malang. Heran, padahal, saya kan datang dari Madura dan Madura itu bagian dari Indonesia, kok bisa tidak laku? Lagi pula, yang saya serahkan itu kertas bernominal, uang sungguhan, bukan daun salam atau daun tembakau... heran deh

Singkat cerita, setelah mnenghabiskan soto, juga bertemu dengan Pak Titho dan Mas Yoyok dan menyelesaikan shalat duhur di musalla depan rumah Mas Wida, saya pun pamit pulang dengan keadaan sangat kenyang, baik secara lahir maupun batin. Terima kasih Mas Wida dan teman-teman Colt T120 (MRMC).

TAMBAHAN: sebetulnya, sepulang dari Kepanjen, saya langusng bergerak menuju ke Universitas Brawijaya bersama Mas Ali. Kejutan ternyata belum berakhir juga. Di UB, saya dikejutkan oleh seorang lelaki yang ternyata bernama Pak Yusuf R. Nah, Pak Yusuf ini adalah orang yang pertama kali—setidaknya yang saya tahu—memposting ceria seputar Colt T120 di blognya dan lantas menjadi trending, dikomentari ratusan orang. Itulah blog yang menjadi cikal-bakal lahirnya grup Colt di mailing list Yahoo! dan selanjutnya pindah ke Facebook.


Bretbet dan Usaha Menghindari Lampu Merah

Malam Sabtu, 6 Desember 2024   Entah karena apa, tiba-tiba mesin mobil Colt saya bretbet. Bisa jadi hal ini disebabkan oleh kekurangan BBM h...