Berawal dari sebuah
posting bertema suku cadang di blog ini, pertemanan saya dengan Pak Bambang
akhirnya bisa direalisasikan di dunia nyata beberapa tahun sesudahnya. Kami
janjian bertemu secara jasmaniah di sebuah perhelatan kendaraan-kendaraan tua di
Jakarta, tahun 2019 yang lalu.
Kala itu, saya bertemu dengan para sesepuh penggemar Colt, seperti Pak Bambang,
Pak Iman, Pak Broto (termasuk Mas Angga meskipun muda tetap sesepuh karena dia
termasuk perintas Colt di media sosial, sejak dari Yahoo!Groups sampai
Facebook; meskipun akhir-akhir ini kurang aktif).
Dalam satu
obrolan, entah lewat SMS, telepon, atau Messenger, Pak Bambang menyatakan diri
ingin berkunjung ke tempat saya, di Madura. Saya bilang, jarak dari Cikupa,
Tangerang (kediaman beliau) itu nyaris 1000 kilometer kurang satu kilo, atau
malah lebih 1 kilometer, ke tempat saya. Intinya, perjalanan yang harus
ditempuh sangat jauh dan karena itu mobil harus sehat. Tentu saja, saya sebut
jauh karena kendaraan penempuhnya adalah mobil tua, bukan mobil anyar, yang
mungkin tak masalah bagi bis-bis Jakarata yang ulang-alik ke Sumenep setiap
hari itu.
Saya kira,
rencana itu adalah rencana jangka sangat panjang, yang boleh jadi tidak
terealisasi. Tapi, ternyata Pak Bambang menyatakan siap segera berangkat touring
ke Madura dalam beberapa waktu ke depan. Pernyataan ini kira-kira disampaikan beliau
setengah tahun yang lalu. Dalam komunikasi tingkat lanjut, Pak Bambang
menyatakan akan ke Madura bareng kawannya, Pak Broto. Lalu, beliau pun mulai
memastikan perkiraan tanggal, yakni Libur Natal dan Tahun Baru alias akhir
tahun.
Percakapan
selanjutnya mulai menjurus dan fokus. Kunjungan 3 mobil dari Banten itu
diperkirakan tiba tanggal 27 Desember 2020. Lalu kira-kira satu minggu yang
lalu, beliau mengubah jadwal, memajukan jadwal perjalanan, menjadi tanggal 21
Desember. Saya setujui saja, toh saya juga tak punya jadwal apa-apa di
tanggal-tanggal itu. Dan ternyata, ketika hari H – 3. Dipastikan lagi bahwa
rombongan ternyata ada banyak, bukan 3 mobil dari yang dikabarkan sebelumnya,
melainkan menjadi 15 mobil dengan perkiraan 25-30 penumpang. Bandung bergabung;
Malang dan Blitar bergabung juga. Probolinggo ada satu. Ngawi dan Jogja masih
terlunta-lunta.
Kaget? Tentu saja.
Saya tidak begitu siap menyambut mereka, terutama terkait akomodasi karena ini
bukan acara kopdar atau jambore, ini kunjungan biasa. Dan tentu saja, saya
tidak menyiapkan panitia. Saya hanya minta bantuan istri dan santri serta
beberapa orang untuk menindak lanjuti penyambutan mereka.
foto oleh Eko Sumoautogarage |
Maka, kemarin lusa, hari Ahad pagi, 20 Desember, rombongan Tangerang (Pak Bambang dan Pak Broto dan Pak Iwan) berangkat pagi hari dari Cikupa. Siangnya, mereka ketemuan di Kertajati, untuk selanjutnya masuk ke tol Trans-Jawa dengan 2 rombongan dari Bandung Kang Ebod/Akbar dan Koko Obeh serta Kang Arie dari Tasik. Entah bagaimana cerita lanjutan perjalanan mereka, tentu saja saya tidak tahu karena saya hanya memantau dari ponsel, lewat SMS dan telepon. Intinya, mereka berangkat kesiangan menuju Surabaya yang semula direncanakan Senin pagi. Singkat cerita, mereka lantas bergabung dengan rombongan dari Malang, Blitar, dan Probolinggo yang sebelumnya bermalam di rumah Mas Eko Blues, di Surabaya (Pak Huri yang datang dari Probolinggo nginap di Blega).
Sore hari pukul
4, tanggal 21 Desember alias kemarin, mereka berangkat dari Bangkalan setelah
kopdar tipis dengan Erwien dan entah siapa lagi. Mas Sugeng saja yang ikut dari
Bangkalan. Sementara Subki yang dari Kwanyar malah tiba duluan di tempat saya,
di Guluk-Guluk, pada saat mereka baru berangkat.
Hingga pada
akhirnya....
Pada pukul 20.50,
atau kira-kira segitu, mereka jumpa saya di Kaduara, tempat saya menunggu, di
gapura perbatasan Sumenep-Pamekasan. Kami lalu melakukan konvoi menuju
Guluk-Guluk. Tentu saja, iring-iringan ini tidak begitu mengganggu lalu lintas
karena malam hari dan kami berjalan wakar, normal. Yang pasti, kami jelas
mengganggu konsentrasi orang-orang yang ada di pinggir jalan karena kebanyakan
mobil yang melintas adalah mobil tua tapi masih sangat mempesona.
Tadi malam (malam
selasa), 21 Desember, mereka tiba di kediaman saya di Guluk-Guluk, langsung
makan, sebagian mandi. Saya siapkan acara curhat dan bagi-bagi pengalaman,
serta kesan-kesan. Acara dilaksanakan di perpustakaan sekolah karena tempatnya
lumayan luas. Sungguh, acara yang singkat itu, dan mungkin kurang cocok waktunya
karena terlalu malam, masih terasa gayeng. Hal itu saya saksikan dari
tanda-tanda alam: tidak ada satu pun peserta yang menguap, tidak ada yang
ngantuk.
Hal yang sangat di luar dugaan saya adalah cinderamata dari mereka. Saya tidak menyangka sama sekali kalau pigura foto yang mereka serahkan itu adalah sebuah sandal karena biasanya pigura berisi foto atau lukisan. Sungguh kejutan yang sangat berarti karena sandal yang dibingkai itu adalah sandal lawas, selop Lily. Dan ia merupakan sandal kesukaan saya.
foto oleh Eko Sumoautogarage |
Tadi pagi, esok
harinya, mereka meninggalkan tempat saya pada pukul 10.00. Mereka meninggalkan
kesan yang mendalam. Dan begitu juga, saya berharap, apa yang saya persiapkan
dan saya sambutkan untuk mereka dapat meninggalkan kesan mendalam. Sebab, semua
yang kita lakukan saat ini, besok hari, segera akan menjadi kenangan. Adapun
kisah-kisah baik manusia memang jarang dibaca ketika mereka masih hdiup,
melainkan justru setelah mereka tiada.
Terima kasih,
kawan-kawan.
Simak video kedatangan dan kepulangan!