Pembaca

20 Agustus 2010

Etape II: Paiton – Jember via alas Arak-Arak (Ahad, 11 April 2010)


Pagi itu, kami bangun. Sementara ibuku cabis (sowan) ke ibu-ibu nyai pengasuh Pondok Nurul Jadid (karena tempat ini merupakan pondokku, dulu), aku pergi ke maqbarah, cabis ke para guru-ku yang telah tiada. Baru pukul 8.30, aku berangkat ke kota kecil Kraksaan untuk menghadiri walimatul ursy di PP Al-Mashdiuqiyah. Colt diparkir. Sopir istirahat. Sementara diriku berangkat ke undangan bersama bapak kiai. Terasa mendapat kehormatan diajak duduk sekabin dengan beliau. Barangakali bapak kiai tahu, kasihan kalau aku membawa colt dan nanti mogok di lokasi pesta.

Di acara itu, aku bertemu dengan banyak saudara, baik yang datang dari Madura, maupun yang tinggal di sektiar Probolinggo dan Situbondo. Acara selesai menjelang azan Duhur. Kami pulang. Nah, di Kraksaan inilah aku bertemu kembali dengan istri dan anakku. Kami pun kembali ke Paiton.

Setelah berkemas-kemas, sekitar pukul 13.30, rombongan meninggalkan Paiton. Kini, aku, ibu, istri dan anakku telah duduk bersama di dalam kabin Titos du Polo. Sementara bibiku menetap di Paiton karena beliau akan pulang ke Madura lebih awal, bersama putrinya. Tujuan berikutnya adalah Besuki, ke rumah Helliyah, tetangga desa yang telah bertahun-tahun menetap di Jawa. Dari rumah Helliyah, ibuku mengajakku cabis (sowan) ke dalem Nyai Rum yang terletak tak jauh dari sana. Serentang masa layaknya bertamu, kami pulang. Tuan rumah menahan, tapi ibuku meminta izin sambil menjelaskan bahwa perjalanan kami masih panjang.

Menyusuri jalan pantura ke arah timur, akhirnya kami tiba di pertigaan Suboh, lalu belok kanan. Tujuan selanjutnya adalah Jember. Terus terang, gangguan kelistrikan semalam di Pasar Porong terus mengintai. Bagaimana pun, bayangan itu tetap menghantui pikiran ketika colt ini makin lamban menanjak, bersiap-siap memasuki alas Arak-Arak.

Kala itu, hari sudah sore. Mesin colt tua ini menderum, bertarung melawan tanjakan dan tikungan tanpa ampun. Sejatinya, aku tidak meragukan kapasitasnya melahap tanjakan, namun akselerasi mobil bermesin 1300-an cc kelihatannya mulai kecapekan. Alhamdulillah. Selamat. Hingga masuk kota Bondowoso pukul 4 sore lewat sekian, tak ada masalah apa-apa. Saat itu, muncul keinginan bertandang ke Jambianom, namun karena setelah tanya sana tanya sini tak ada yang tahu alamat rumah yang hendak kami tuju, perjalanan diteruskan ke Kalisat (Jember).

Menjumpai saudara Itqon setelah sebelumnya tak kesampaian, petang itu terwujud: pertemuan yang singkat tapi hangat. Selepas Isya, dari rumah Itqon kami menuju Mangli, rumah sepupuku, Alwalid. Ya, kami menuju ke sana, tempat bermalam yang telah terencana. Baru sadar; ternyata aku lupa tidak memperhatikan angka dalam odometer itu. Aku baru mencatatanya lagi setelah mobil diparkir di depan rumah sepupuku itu; 5417, sudah 448 kilometer jarak perjalanan.

4 komentar:

  1. Guluk-Guluk - Janti Klaten/Jogja (SPBU menjelang jalan layang) sesuai odometer Grand Livina = 446km. Bingsin habis 33,X liter. Titos hebat Kak. Seperti pendekar.

    BalasHapus
  2. Iyya. Biasanya, kalau Situbondo ada donatur kok. Jadi, Guluk-Guluk - Situbondo habis bensin kadang-kadang gak sampe 10 liter;

    BalasHapus

Kopdar Triwulan di Blitar

Jarak dari rumah saya ke Blitar itu jauh. Kesannya begitu, bahkan lebih jauh daripada perjalanan saya sebelumnya, ke Banyuwangi. Tapi, ini h...