Pembaca

29 Maret 2011

Undangan Ke Prancak



Tiba di rumah pada pukul 6.30, perjalanan pulang dari Jakarta, pukul 7.10, hari Ahad 27 Maret itu, saya harus pergi lagi ke Paojajar, Prancak, untuk menghadiri pernikahan Misbahul Ulum putra Bapak Moh. Nahrowi dan Istiqamatul Hasanah, putri Bapak Kamil Ma’mun. Tujuan itu, Paojajar, selama ini hanya saya dengar namanya saja. Konon, kondisi jalan ke arah sana, pada beberapa tempat seperti Dambir, kurang bersahabat bagi kendaraan non-Four-Wheel-Drive.

Hari itu saya juga tidak menduga kalau ternyata sisa hujan semalam akan mengakibatkan jalan tanah jadi berlumpur. Lubang di sana-sini dipenuhi genangan air. Tapi, apa lacur. Perjalanan harus dilakukan karena kepalang tanggung, sudah terlanjur.

Awalnya, saat memasuki kawasan Bragung, pemandangan indah tampak di depan mata. Jurang yang dalam, seperti ngarai dalam bentuk kecil, sangatlah mempesona. Saya membayangkan, para penggemar paralayang bisa mencoba tempat ini untuk terbang, meskipun tidak terlalu tinggi. Jalan yang sempit, rusak pada beberapa tempat, dipenuhi belukar di kanan-kiri, membuat saya harus selalu membunyikan klakson setiap bertemu tikungan. Ya, ini bukan Yungas, tapi Prancak.

Setelah melewati jalan beraspal yang lebih parah dari sebelumnya, akhirnya colt T -120 yang baru dicuci ini harus menerima nasib; menempuh jalan tanah berlumpur.


jalan berlumpur dimulai. saya berhenti, dikira mogok, padahal untuk sesi foto :-)

setang setir lurus tapi jalan mobil menyamping, "berjalan secara miring"

pulang: ada L300 bensin di depan

jalanan sepi dan lengang. perampok di zaman sekarang tidak membegal di tempat seperti ini :-)

eh, ternyata ada kawan sepermainan, Colt T pick up ("Kol Pikep" kata orang setempat)

sopir L300 itu tidak segera sadar kalau ban serepnya nyangkut ke tanah saat dua roda belakang mobilnya masuk ke kubangan dan bautnya lepas. Dia terus berjalan. Untung karena kendaraanku adalah "mobil yang bisa bicara", saya panggil dia dengan pengeras suara TOA, "Whoi... ban serepnya lepas!". Alhamdulillah, dia mendengar dan berhenti untuk memperbaiknya.

bukit itu kami rambah

ini salah satu jurang. Jangan tolah-toleh di sini, bahaya, kecuali mobil Anda menggunakan sayap.

12 Maret 2011

Colt T 120 dan Guluk-Guluk (oleh Andy Fuller)



Awal Pebruari lalu, Binhad Nurrohmat membawa teman Sarah dan Andy Fuller bertandang ke rumahku. Seperti biasanya, setiap kawan datang (termasuk teman-teman online yang main kemari, terutama mereka tahu kalau saya punya kendaran bulukan Colt T 120 tapi dengan ngototnya sering nampang di dunia maya) biasanya mereka bertanya, “Ada di mana colt T itu?”.

Setelah itu, saya akan mengajak mereka berkeliling dengan kendaraan tua ini. Kala itu, Andy tidak begitu banyak bciara. Belakangan saya tahu ternyata dia banyak mencatat. Kunjungan pertamanya ke desaku ditulisnya dalam sebuah catatan, termasuk sedikit tentang Colt T ini. Faizi’s most used bus is equipped with a microphone, which he talks into to communicate with friends and passers-by. He says it is a better alternative to using the car horn (klaxon) to alert someone that he has already arrived to pick him or her up. Tulisnya pada sebuah bagaian catatannya.

Simak catatannya di Going to Guluk-Guluk

09 Maret 2011

Bersih-Bersih



Sambil menunggu Paman Farhan mengganti sil kelep yang harga satuannya cuma Rp 8700,- (saat yang sama, saya cek harga sil kelep komplit milik L300 bensin Rp.290.000) tetapi membutuhkan waktu dua hari untuk mengurusinya, saya luangkan waktu untuk membersihkan perangkat panel depan (spedometer) colt T. Debu halus menumpuk di sela-sela panel, sangat banyak. Kaca buram penutup spedometer-nya pun sudah kusam dan hitam di sekelilingnya. Saya bersihkan hati-hati dengan tisu basah dan dilap dengan tisu kering.

Satu hal yang membuat saya terkejut adalah karena setelah saya cek lampunya satu per satu, saya temukan lampu speedometernya telah hitam di sisi-sisinya, namun kumparan kawatnya masih bersambung (hidup). Yang mengherankan adalah karena bola lampu itu bermerek sama dengan speedometer, “Yazaki.” Nah, saya langsung ambil kesimpulan sementara bahwa bohlam tersebut masih asli dan belum pernah diganti sejak tahun 1980 lalu.

Takziyah ke Wongsorejo

KAMIS, 2 NOVEMBER 2023  subuhan di Tanjung, Paiton  Rencana dan pelaksanaan perjalanan ke Wongsorejo, Banyuwangi, terbilang mendadak. Saya...