Pembaca

31 Maret 2010

Kondangan



Siang tadi, kami menghadiri akad nikah sepupu istriku, di pelosok Desa Bilapora yang tak begitu jauh dari tempat tinggalku. Medan ke arah walimah itu lumayan sulit, terutama untuk kendaraan berbedan lebar.
Titos du Polo-ku juga tampil, menjadi sesepuh di antara mobil-mobil rombongan temanten yang rata-rata relatif baru.

Setelah tiba di tempat dan semua kendaraan telah diparkir, para penumpang turun membawa perangkat lamaran. Terjadilah peristiwa berikut, antara Ning Musfiroh dengan istriku.

Ning Musfiroh: “Kok gak bawa
Innova hitammu?”

Istriku hanya tersenyum, karena mengerti yang dimaksudkannya adalah Suzuki
Carry.

“Tapi, ya, ini acara temanten, wajar lah kalau engkau bawa
Alphard,” imbuhnya sambil melirik Titos du Polo ini.


30 Maret 2010

Arogan di Jalan


Tadi malam, habis Isya’…

Membuntuti dua pengendara sepeda motor: setelah melewati satu pengendara sepeda motor, kini giliran pengendara-berboncengan berikutnya. Namun, saat hendak kusalip, tanjakan di depan. Kuurungkan niat karena pandangan tidak bebas. “Setelah tanjakan, baru kudahului,” begitu pikirku.

Saat itu, persneling ada pada gigi terakhir. Laju
Titos du Polo lumayan cepat. Dan setelah tanjakan, tiba di jalan datar, barulah aku mendahului pengendara sepeda motor dengan boncengan seorang ibu menggendong bayi dalam dekapannya. Sekilas kulihat begitu. Persis, ketika sedang menyalip, tiba-tiba, dari arah depan tampak bayangan: sebuah sepeda motor tanpa lampu. Betapa kaget diriku. Meneruskan menyalip tidak mungkin karena gugup. Kalau aku nekat, aku menjamin, dalam kecepatan segitu, pengendara motor tidak berlampu itu akan terpental beberapa meter dari jalan raya.

Kuinjak pedal rem, mantap dan dalam. Tiba-tiba, terjadilah keanehan itu: menjelang beberapa depa lagi sepeda motor dan kendaraanku nyaris adu-kambing, tiba-tba si pengendara motor—yang kutahu belakangan Suzuki Satria Merah 2 Tak—menyalakan lampu depananya. Maysa Allah. Ternyata sepeda motor ini ada lampunya. Kok ya
belagu-belagu-nya mematikan lampu utama? Cari celaka! Dan hebatnya, saat kami berpapasan, si pengendara sepeda motor malah menarik gagang gasnya dalam-dalam, blayer sebanyak dua-tiga kali, menunjukkan sikap arogannya.

Tiba di rumah:
“Apa yang Anda pikirkan?” Kata Facebook.
“Selama 30-an menit, aku nyaris tetap tidak mempercayai kejadian yang telah aku alami itu. Betul, semkain banyak keanehan di sekelilingku.” Demikian, ingin kutuliskan hal itu, tapi tak jadi karena doa dalam hatiku berbunyi begini: “Semoga, orang-orang arogan seperti itu segera diberi kesadaran, atau penyadaran, oleh Allah Sang Pemilik Bumi dan Seisinya dan Juga Pemilik Jalan Raya dan Lalu Lintasnya, lewat apa pun bentuknya.

24 Maret 2010

Anting Pir



Satu masalah yang lama mengganggu pikikanku adalah tongkrongan colt Titos du Polo-ku ini yang sedikit mendongak (tinggi depan). Saya bingung, bagaimana menyiasatinya. Beberapa rekan berkomentar, kondisi semacam ini disebabkan oleh pir daun colt-ku yang cuma 3 lembar saja. “Seharusnya ada 4 lembar,” kata sebagian mereka . Namun, setelah saya bertanya kepada tiga orang pemilik colt station wagon dari tangan pertama, disimpulkan bahwa pir daun bawaan colt (station) itu memang ada 3 lembar.

Maka, agar kendaraan tampak rata (tidak tinggi depan), ada beberapa usulan:
1. melepas ganjal karet spiral (depan)
2. menempa pir (belakang) jadi lebih melengkung
3. memodifikasi anting pir, jadi lebih panjang

Dari tiga pilihan ini, saya memilih alternatif ketiga. Cara ini ternyata membuat suspensi colt jadi lebih lembut, meskipun saya tidak tahu apakah ini termasuk pelanggaran hukum konstruksi yang akan menyebabkan kendaraan menjadi kurang stabil dalam kecepatan tertentu. Entahlah, masih akan saya coba beberapa waktu ke depan.

Demikian sekadar berbagi pengalaman.

Takziyah ke Wongsorejo

KAMIS, 2 NOVEMBER 2023  subuhan di Tanjung, Paiton  Rencana dan pelaksanaan perjalanan ke Wongsorejo, Banyuwangi, terbilang mendadak. Saya...