Saya
suka orisinalan, yakni menggunakan barang-barang asli atau
bawaan pabrik. Tapi, saya bukan puritan, bukan aliran garis keras.
Memang, selagi bisa dan mungkin dijangkau, saya akan cari dan
berusaha menemukan yang asli. Namun, jika tak ada, atau karena alasan
praktis lainnya, yang bukan bawaan atau bahkan yang kualitas nomor
dua pun akan saya gunakan juga. Begitu pula, prinsip ini saya
terapkan untuk Colt.
Saat
menerima Colt ini di akhir tahun 2008, saya ingat, lampu mobil
tersebut masih menggunakan lampu standar, sealed beam, merek
Kroto apa Koito, lupa.
Terus, saya ganti dengan reflektor crystal pemberian kawan Angga
(Arkadius Anggalih) untuk lampu jarak jauhnya (pernah pula ditukar
dengan lampu jarak dekatnya). Namun, malang tak dapat ditolak, untung
tak dapat diraih, dua tahun lalu, tepatnya Juli 2018, mobil saya
diseruduk truk pengangkut garam. Pecah pula lampu ekor dan lampu
depannnya sekaligus (karena benturan keras yang menyebabkan mobil
saya yang sedang berhenti itu akhirnya ikutan nyeruduk mobil depannya
yang juga sedang berhenti).
Pada
saat itulah saya berpikir: saatnya kembali ke pabrik, restore
factory setting, begitu kalau bahasa handphone. Saya cari
lampu bekas Stanley atau Koito, lampu cor-coran, sealed beam,
lampu yang bohlam sekalian reflektornya tidak dapat diganti itu.
Keunggulan lampu ini lebih fokus, watt rendah, dan lebih terkesan
klasik. Pencarian dilakukan dan ternyata sulit sekali menemukan lampu
asli dengan kualitas bagus. Akhirnya, saya cuman nemu versi kualitas
rendahan (merek Eagleeye, dan ternyata tidak fokus, mana wattnya
besar pula). Sementara lampu sealed beam yang pernah saya
kumpulkan ada 3 varian. Yang merek Koito rata-rata watt 37,5 untuk
lampu jarak pendeknya.
Sebetulnya,
alasan saya menggunakan lampu tipe ini lebih bersifat ‘ideologis’,
sejenis antitesis. Saya benar-benar sering merasa terganggu, bahkan
terzalimi, oleh pancaran cahaya lampu depan kendaraan-kendaraan
bermotor yang sinarnya menyakitkan mata kita yang datang dari lawan
arah. Pertama, mereka yang menggunakan spesifikasi lampu yang
terlarang, seperti HID; kedua, mereka yang mengubah watt lampu
melampaui spesifikasi pabrik; ketiga; mereka yang tidak bisa
membedakan mana lampu jauh dan mana lampu dekat dan/atau tidak tahu
kapan waktu yang benar untuk memfungsikannya kedua-duanya.
Kita
lihat, orang-orang berlomba mengubah lampunya jadi lebih terang. Apa
tujuannya? Salah satunya adalah untuk melakukan ‘perlawanan’ jika
mereka ‘diserang’ oleh lampu kendaraan lain yang juga sangat
terang. Kenyataan ini saya dapatkan dari hasil wawancara dengan
beberapa orang terkait alasan mereka mengubah lampu depannya, atau
memasang lampu tambahan, seperti sokle (lampu sorot) dan/atau lampu
kilat (blitz).
Karena
alasan itulah, saya lantas secara sadar mengubah lampu mobil saya
menjadi lebih buram, sejauh mampu mata saya melihat, agar
kendaraan-kendaran lain itu lebih puas dan makin merasa superior
ketika berhadapan dengan Colt saya yang lampunya menyala merah,
cenderung redup.
Namun,
ternyata, sealed beam sering bermasalah. Sudah
tiga kali saya pasang dan tiga kali pula putus. Biasanya, yang putus
lampu jarak dekatnya. Ini menunjukkan bahwa lampu bekas itu memang
sudah terlalu lama digunakan untuk menyinari jalan raya, khususnya
lampu jarak pendeknya. Akhirnya, saya beli cangkang pemantul lampu
biasa saja, dengan bohlam halogen watt 50/60, watt paling rendah yang
saya tahu dan dijual di toko.
Malam
yang dulu gelap, di kota-kota, kini nyaris tiada beda dengan siang
hari, apalagi di kota metropolitan seperti Surabaya. Kapan waktunya
kita menikmati kegelapan? Bintang-bintang yang indah hanya akan
tampak saat gelap begitu pekat. Di atas itu semua, saya sadar,
bertambahnya suhu panas di Bumi ini, salah satunya, disebabkan oleh
polusi cahaya. Memang ini tidak prinsip, dan tidak tampak berdampak
secara langsung, tapi ketika kita telah melakukan aksi untuk tidak
turut serta menyumbangkan panas melalui suhu yang dipancarkan bohlam
teramat terang itu, maka apa yang kita lakukan itu adalah aksi
ideologis, seberapa pun itu kecilnya. Saya berpegang pada prinsip ما
لا يدرك كله ، لا يترك كله yang
artinya kurang lebih; jika tidak mampu mengerjakan semuanya, maka
jangan tinggalkan seluruhnya.
baiklah, untuk sementara,
saya pakai lampu halogen dulu, 60/50 watt, hingga saatnya saya nemu yang
orisinal bawaan Colt-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar